Jumat, 16 Maret 2012

pengalama religius versi muhammad iqbal


Pengalaman Religius Ala Muhammad Iqbal [I]
Agama dalam kehidupan manusia mungkin sudah tidak asing lagi perannya, bahkan banyak yang bilang bahwasanya agama adalah petunjuk dikehidupan umat manusia. Konon orang menjadi serba tahu akan segala hal dengan mengikuti agama, satu sisi memang ya begitu kenyataannya tapi disisi lain kita juga tidak bisa menafikan bahkan menutup diri bahwasanya agama banyak sekali memberikan sekat-sekat sekaligus membatasi diri untuk berkreasi ataupun berfikir lebih jauh tentang sesuatu. Agama terlalu spontan menjustifikasi segalanya, tanpa memperhatikan dialektikanya seperti apa masalahnya sampai pada akar permasalahannya. Apalagi kalau agama sudah berjalan secara mekanik dimana segalanya dipegang oleh penguasa ataupun pemilik agama itu sendiri, seolah-olah dialah yang paling tahu segalanya tentang kehidupan, seolah-olah hanya dialah penggerak agama. Ada benarnya juga penyataan Email Durkheim dalam hal ini, bahwasanya agama terlahir dari fakta sosial yang sekaligus membantu perkembangannya secara pesat itu, sehingga lahirlah sebuah kesimpulan yang menyatakan agama tak lebih dan tak kurang diartikan sebagai perekat sosial saja. Realitasnya terkadang ketika kita melakukan ritual keagamaan dalam kehidupan tanpa kita sadari sesungguhnya yang kita lakukan itu bukan semata muncul dari idea kita sendiri, melainkan beralasan moral.  Dari segi sosiologis agama mampu menciptakan solidaritas yang kuat dimasyarakat, sehingga berakibat pada kelangsungan proses sosial itu sendiri yang sekaligus menjadikan power bagi pemeluk agama untuk menggerakan masyarakat sesuai keinginan para penguasa agama.
Sering kali fenomena-fenomena yang terjadi ditengah kerumunan masyarakat bermotifkan agama demi kepentingan personal ataupun kelompok yang melibatkan keseluruhan kerumunan itu ikut andil di dalamnya. Baru-baru ini kita dihebohkan dengan kekerasan yang bermotifkan agama, dimana masing-masing kelompok itu saling memegang kebenaran yang dijadikan pedoman bahkan prinsip dalam menata sedemikian kuatnya argumen-argumen mereka dalam menjalankan kehidupan. Terlebih dari sebagian mereka memponis adanya kekeliruan yang terjadi pada kelompok selain mereka, sehingga dengan adanya ponis tersebut sering kali kelompok yang divonis tidak menerima untuk disalahkan, dengan alasan prinsip ataupun aliran yang dianutnya berlandaskan kebenaran. Ada banyak permasalahan yang belum terungkap pada pemegang masing-masing kebenaran itu sehingga terjadi insiden diantara mereka, diantaranya barangkali kalau saja masing-masing dari mereka sadar bahwasanya proses keberagamaan itu tidak bisa ditanamkan oleh orang lain selain dirinya sendiri, pasti tidaklah akan terjadi saling ejek, saling gontok-gontokan, dst, yang berakhir dengan kekerasan. Ironisnya dalam wadah yang samapun sering terjadi konflik akibat perbedaan dalam hal pelaksanaan peribadatan, padahal hal itu bukanlah suatu permasalah besar dalam proses beragama melainkan hanyalah salah satu perwujudan yang unik guna menuju tujuan yang sudah ditemukan barangkali, itupun kalo memang ya merasa beragamanya dengan sepenuh hati dan keyakinan tanpa terkecuali.
Dari mana sebenarnya agama berasal? Disini agama dalam bentuknya yang memang sudah lebih maju, yaitu agama bergerak dari individu kepada masyarakat yang menyebabkan posisi agama itu sebagai suatu pegangan  dalam hidup menawarkan sebuah produk siap saji dalam istilahnya, dimana manusia tidak usah lagi melakukan sebuah pencarian Tuhan nya, manusia tidak usah lagi repot-repot membuat sedemikian peraturan dalam kehidupan. Ok lah dalam hal beragama manusia boleh punya prinsip seperti diatas sebagai pondasi keberagamaannya, dengan menerima dogma dan doktrin-doktrin yang diberikan oleh para pemuka agama. Janji atau kepastianpun sering kali diutarakan dalam doktrin seperti ini seperti halnya dengan hidup beragama kita lantas akan bertemu Tuhan, dengan beragama hidup kita menjadi tenang, penuh kedamaian, dan sejahtera. Pertannyaannya sederhana, apakah dengan perasaan tenang dan damai itu lantas kita dikategorikan bahagia? Karena salah satu tujuan dari hidup beragama itu memang mencari kabahagiaan. Bukankah kategori- kategori seperti yang dapat membunuh kreatifitas keberfikiran kita? Sikap kritis sebagai reaksi dari atas semua itu sering kali bergumam dalam benak “mungkinkah Tuhan itu dapat dijumpai lewat perbuatan yang penuh kekosongan tanpa disertai kesadaran?” ini dia barangkali yang menyebabkan kurangnya rasa kepercayaan pada diri sendiri sekaligus percaya pada Tuhan.  
Pada sisi ontologis agama juga dikatakan sebagai pengalaman individual. Proses seperti inilah yang diharapkan, memang pada dasarnya hal beragama yang paten mesti lewat pengalaman individu agar memiliki makna yang lebih berarti dengan kepercayaan yang kokoh tentunya. Agama lebih membutuhkan suatu dasar rasional daripada hanya sekedar dogma–dogma ilmu pengetahuan belaka. Ilmu pengetahuan tidak bisa mengenal arti metafisika secara rasional dan memang selama ini tidak mengenalnya. Maka sukarlah bagi agama untuk menutup mata dalam mencari suatu penyelesaian tentang pertentangan-pertentangan pengalaman serta alasannya tentang lingkungan tempat kemanusiaan menemui dirinya. Itulah sebabnya, mengapa Prof.Whitehead dengan tegas mengatakan bahwa “usia iman itu setua usia rasionalisme”.
Untuk penyelidikan lebih jauh tentang dasar-dasar rasional dalam Islam barangkali orang perlu memulai dari Nabi Muhammad sendiri.  Seperti yang telah kita ketahui, filsafat Yunani memang telah menjadi tenaga kekuatan yang luar biasa dalam dunia Islam. Sekalipun Islam sendiri tidak bisa menafikan kedahsyatan filsafat Yunani dalam dunia pemikirannya, salahsatunya mampu berperan membuka ahli-ahli pikir Islam yang dalam beberapa hal filsafat Yunani itu kemudian secara merata telah mengaburkan pandangan mereka tentang Al-Quran. Salah satu contohnya dalam logika Aristoteles yang menyatakan” manusia pasti bakalan mati, tumbuhan pasti bakalan mati, binatangpun pasti bakal mati”. Al-Quran pun memang membicarakan hal serupa yaitu ”setiap mahluk hidup pasti bakal mati”. Hal ini membuktikan bahwasanya temuan-temuan pola pikir umat manusia sebagian sudah diungkap jauh-jauh hari sebelum Al-Quran datang.  
Ada suatu pernyataan menarik yang patut digaris bawahi bahwa Islam adalah agama yang menempatkan akal pada posisi yang terhormat, yakni dasarnya bisa dijelaskan secara rasional dan logis. Garis besarnya dalam pembuktian filsafat tentang pengalaman religius yakni filsafat skolastik mengajukan beberapa argumentasi tentang adanya Tuhan. Yakni argumen kosmologis, teleologis dan argumen ontologis, merupakan suatu gerakan pemikiran yang nyata dalam usahanya  mencari jawaban tentang zat yang mutlak. Namun dipandang sebagai sebagai pembuktian-pembuktian logika, tidak terlepas juga dari kekhawatiran argumen-argumen tersebut, mudah sekali untuk mendapatkan kritik yang serius, dan disamping itu menunjukan suatu penafsiran yang agak  dangkal tentang pengalaman. Argumen kosmologis menganggap dunia sebagai suatu akibat yang terbatas, dengan memulai sebab akibat kita akan sampai pada sebab pertama, yakni sebab yang tidak diakibatkan oleh adanya sesuatu lain sebelumnya bila itu kita usut sejauh-jauh jangkauan pikiran. Argument teleologis juga tidak lebih baik, ia menyelidiki akibat untuk menemukan sifat-sifat sebabnya. Argumen ontologis, yang dikemukakan dalam pelbagai bentuk oleh banyak ahli piker, adalah argument yang senantiasa menarik hati alam pikiran spekulatif.
Berkenaan dengan pergolakan dalam hal beragama, bakalan lebih menarik lagi apabila kita membaca ataupun merenungkan puisi-puisi ASRAR-I-KHUDI dalam catatan awal menuju puisi-puisi Humanisme Timur Iqbal. Bukankah jalan yang berliku ataupun berbelok-belok itu lebih menyenangkan daripada jalan yang lurus, setidaknya bakal memberikan keasyikan tersendiri untuk mencapai sebuah tujuan beragama tentunya. sekaligus bercermin sejauh mana keberadaan kita saat ini? Atau adakah diri kita ini?

Pengingkaran Terhadap Pribadi

Pernahkah kau dengar kisah kehidupan dahulu kala
Dimana sekawanan kambing hidup bebas dipadang terbuka
Berkembang biak dengan leluasa dan tenaga mereka luar biasa
Hingga mereka berani menghadapi hewan pemangsa
Namun, karena perkembangan zaman semakin buruk
Panah bencana menancap di dada mereka
Dan dari huta belantara harimau datang memburu
Memangsa mereka semua.
Merebut serta menjajah adalah symbol kekuasaan
Kejayaan wujud dari kekuatan
Harimau yang dahsyat itu menabuh generang kemenangan
Mereka rebut kemerdekaan sang kambing.
Karena harimau harus mendapatkan makanan
Maka padang luas itu banjir oleh darah kambing.
Tapi, seekor kambing tua
Licik, penuh tipu daya seperti srigala
Dia amat sedih menyaksikan nasib kawan-kawannya
Kambing tua itu marah atas kebiadaban sang harimau
Namun dia pasrahkan keluh kesahnya dijalan takdir
Dan bertekad untuk memperbaiki nasib kaumnya.
Dan, hai, manusia yang lemah, lindungi dirimu
Gunakan akal budi
Biar terjerat penderitaan, asalkan lolos dari bencana kebiadaban
Badai pasti berlalu tapi apabila diperdaya dengan kesumat
Kekacauan besar yang dipikirkan.
“sangant menderita nasib kita,” keluh kambing pada dirinya,
“samudera penderitaan tak berpantai tak bertepi.”
Dengan kekuatan semata tak mungkin kita lepas dari bala
Itu tak mungkin, betapapun kita bersepakat
Merubah kambing berjiwa harimau
Merubah harimau berjiwa kambing-betapapun itu mustahil
Bagaimana membuat sesuatu lupa akan fitrahnya?? Mustahil!
Maka kambing itu menjelma seperti nabi yang mendapatkan ilham
Dia berseru kepada kawanan harimau:
“wahai kaum pendusta yang durjana
Yang tak peduli akan hari bencana
Yang berulang-ulang mendera dunia ini!
Aku memperoleh kekuatan ruhani
Akulah utusan Tuhan untuk kaum harimau
Aku datang bagai bagi mata buta
Aku datang membawa himbauan
Bertobatlah wahai engkau srigala dari segala laku tercela
Hai, kaum pendosa. Kembalilah kalian ke jalan yang bercahaya
Kita semua-tak terkecuali-pasti mengalami bencana:
Keteguhan haidup duniawi tergantung bagaimana kita menahan diri
Ruh orang saling gemar akan makanan sederhana
Makan sayur mayor membuka jalan menuju Tuhan
Gigi yang tajam mengundang bencana
Akan butalah mata hatimu.
Taman firdaus diperuntukan bagi orang-orang yang lembut
Kekukatan tenaga akan menciptakan malapetaka
Berdoalah mereka yang mengagungkan berhala kebendaan
Kemiskinan lebih manis dari segala harta duniawi
Kilat dan petir tak membakar bibit gandum
Tapi jika bibit menjadi tumpukan gandum itu keliru.
Jika kau bijak, jadilah sebutir pasir, bukan gurun sahara
Agar kau rasakan nikmat cahaya matahari
Wahai kau yang menikmati penyembelihan kambing
Coba kau bunuh dirimu sendiri, niscaya akan kau raih martabat tertinggi
Hidup gelisah oleh penindasan, kekerasan, dendam kesumat dan kekuasaan.
Kendati selalu terinjak, rumput tak pernah punah
Dan berkali diusapnya untuk maut dari mata.
Jika kau bijaksana, ayo lupakan dirimu
Kalau tak sanggup kau menahan diri, kau orang yang gila
Redam pancainderamu
Agar cintamu mencapai langit
Dunia tak abadi
Hai si bodoh, jangan siksa dirimu dengan impian kosong!”
Kawanan harimau itu telah teramat lelah dengan perjuangannya
Kini mereka puas mereguk pesta pora.
Petuah sang kambing begitu nikmat bagi mereka
Lalu mereka resapi pesona kambing dengan nikmat
Mereka ikuti ajaran agama sang kambing
Mereka pun kini gemar makan makanan sederhana
Watak keharimauan mereka hapus sudah
Makanan yang sederhana menumpulkan gigi mereka
Berangsur pupus pula keberanian dari dada mereka
Kaum harimau jadi lemah dan apatis
Sirna sudah kedaulatan dan keteguhan tekad bangsa merdeka
Tak ada lagi kejayaan
Kaki mereka yang setegar baja kini tak berarti sama sekali
Jasad mereka tinggalah kubur kenangan bagi kematian jiwa
Tak ada lagi kekuatan jasmani, kini tinggal takut dan cemas menebal
Dalam jiwa yang goyah, keberanianpun mati
Tak kuasa lagi menebar penyakit dan bencana-
Miskin, waswas, dan rendah amal kebajikan,
Harimau perkasa puas lena akan pesona filsafat kambing
Dinamainya kemerosotan era ini dengan: Kebudayaan Peradaban

Tidak ada komentar:

Posting Komentar